Abstrak
Dalam
studi Islam, terdapat dua hal pokok yang menjadi obbyek studinya, yakni ide dan
keberagamaan. Al-quran dan Hadis masuk dalam kategori ide. Penelitian terkait
dengan keduanya merupakan wilayah ide. Sedangkan keberagamaan lebih merupakan
manifestasi dari idea tau sebuah rekayasa sosial yang tampil dalam bentuk sikap
dan perilaku, baik sikap dan perilaku individu, komunitas, maupun public secara
umum. Sikap dan perilaku ini merupakan tingkah laku yang secara ekstrovert
dapat dibaca dan diterjemahkan. Di sinilah letak urgensi pendekatan
fenomenologis karena apa yang tampak merupakan sebuah fenomena yang memiliki
makna. Fenomena tentu tidak berdiri sendiri, tetapi didasari oleh nomena.
Nomena kemudian ditangkap selanjutnya ditafsirkan dan disimpulkan.
Kata
kunci: nomena, fenomena, interpretasi, dan konklusi.
A. Pendahuluan
Filsafat positivisme dengan paradigma
kuantitatif-ilmiah dalam studi sosial dan humaniora telah menghegemoni sekian
lama di era moderen pasca renaissance Eropa, namun kemudian terkesan
memudar setelah munculnya filsafat fenomenologi yang dielaborasi menjadi sebuah
pendekatan dalam paradigma kualitatif-alamiah di era posmodernisme guna
melakukan kegiatan penelitian ilmiah khususnya dalam studi ilmu-ilmu sosial dan
humaniora.
Fenomenologi sebagai sebuah pendekatan terasa belum
dipahami secara logis pada masa-masa awal ketika Edmund Husserl (1859-1938)
sejak pertama kali mencetuskannya. Setelah menunggu sekian lama kemudian terjadilah
perkembangan yang sangat spektakuler dalam dunia penelitian sehingga pendekatan
fenomenologis mampu diterjemahkan dengan baik dalam studi ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, [1]
tidak terkecuali studi Islam.
[1] H. Moh. Natsir Mahmud, Bunga
Rampai Epistemologi dan Metode Studi Islam, (Ujung Pandang: IAIN Alauddin
Ujung Pandang, 1998), h. 76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar